Subsidi BBM: Antara Keadilan Sosial dan Beban Fiskal

sinarkaltim.id

Gambar Ilustrasi
Gambar Ilustrasi

Sinarkaltim.id, Akhir-akhir ini isu tentang subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) kembali menjadi perdebatan publik. Menurut pemerintah kenaikan harga BBM ini tidak bisa dihindari dikarenakan beban subsidi yang berat, namun masyarakat menganggap bahwa negara tidak memperhatikan hak rakyat kecil agar mendapatkan harga energi yang terjangkau. Hal inilah yang menjadikan isu subsidi BBM menjadi dilema fiskal yang berkepanjangan di sejarah keuangan negara Indonesia.

BBM adalah kebutuhan strategis yang memiliki dampak pada hampir semua aspek kehidupan. Kenaikan harga BBM sekecil apa pun akan menimbulkan dampak yang langsung dirasakan oleh masyarakat terutama masyarakat kecil. Hal ini dikarenakan biaya transportasi, biaya produksi, hingga harga kebutuhan pokok bergantung pada stabilitas harga BBM.

Baca Juga  Hotel Atlet Kaltim Siap Dikelola Pihak Ketiga, Seleksi Investor Lewat Beauty Contest

Dengan adanya subsidi stabilitas sosial tetap terjaga, daya beli masyarakat dapat dipertahankan, dan inflasi dapat ditekan. Hal inilah yang dianggap masyarakat sebagai wujud kepedulian pemerintah. Maka dari itu setiap terdapat kenaikan harga BBM hampir selalu berujung pada aksi unjuk rasa. Kebijakan ini bukan hanya soal APBN, tapi juga berdampak langsung pada masyarakat dan politik.

Subsidi BBM sering dianggap sebagai kebijakan pro-rakyat, meski membebani anggaran negara. Seringkali anggaran subsidi ini membengkak hingga triliunan rupiah. Pada tahun 2025 ini subsidi energi masih terbilang tinggi, yaitu mencapai Rp203,4 triliun, dengan Rp26,7 triliun khusus untuk BBM. Besarnya angka-angka ini menunjukkan bahwa subsidi merupakan beban yang berat bagi keuangan negara. Hal ini mengakibatkan APBN yang seharusnya bisa dialokasikan untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur justru lebih banyak digunakan untuk subsidi biaya energi.

Baca Juga  Sektor Swasta Diminta Berkontribusi dalam Pengembangan Olahraga di Kaltim

Kajian oleh DPR menunjukkan bahwa subsidi BBM sering kali malah dinikmati oleh kelas menengah atas yang memiliki kendaraan pribadi, justru masyarakat kecil hanya merasakan sedikit manfaat. Sehingga subsidi BBM ini kerap tidak tepat sasaran, hingga muncul istilah “subsidi orang kaya”. Subsidi BBM yang bertujuan untuk membantu masyarakat kecil justru tidak memberikan manfaat yang optimal pada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.

Reformasi subsidi bisa menjadi jalan tengah, bukan dicabut total atau dipertahankan apa adanya. Sebaiknya subsidi lebih diarahkan agar tepat sasaran seperti melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang disertai percepatan transisi energi terbarukan, serta transparansi penggunaan dana agar kebijakan tidak disalahgunakan.

Baca Juga  Dispora Kaltim Optimalkan Potensi Pemuda dengan Pelatihan

Subsidi BBM tidak bisa dipertahankan dengan pola lama yang terjebak dilema antara melindungi rakyat kecil atau menjaga ketahanan APBN. Pemerintah harus berani mereformasi agar subsidi tepat sasaran, transparan, dan berorientasi pada masa depan. Pada akhirnya, subsidi BBM tidak boleh lagi menjadi candu politik. Ia harus diarahkan menjadi instrumen keadilan sosial yang tepat sasaran, bukan hanya sekadar menjaga harga murah bagi segelintir orang.

تحميل...

Baca Juga

Bagikan:

Topik

Tinggalkan komentar