Program Paket Komplit 2025: Dana Rp 200 Triliun ke Bank BUMN, Solusi atau Masalah Baru?

sinarkaltim.id

gambar Ilustrasi
gambar Ilustrasi

Sinarkaltim.id, Beberapa hari yang lalu, kita telah melihat persoalan dana Rp 200T yang disalurkan ke Bank BUMN di media sosial. Hal ini langsung membuat masyarakat bertanya, apakah suntikan dana ini akan menjadi “perjalanan baru” untuk mendorong ekonomi, atau hanya mengendap di rekening bank tanpa berdampak ke masyarakat kecil? Pertanyaan ini wajar, karena melihat uang sebanyak ini apakah pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan bisa merata atau hanya sebatas angka di laporan.

Pemerintah baru saja meresmikan Program Paket Ekonomi 2025 dengan menyalurkan dana sebesar Rp 200 triliun ke lima Bank BUMN (BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI), hal ini salah satu upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi, dan bukan suatu kebijakan yang kecil. Tujuan pemerintah membuat program ini sangat sederhana tapi ambisius, karena untuk memperkuat likuiditas perbankan sekaligus mendorong penyaluran kredit ke sektor produktif.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bilang, langkah ini bisa menjadi “perjalanan baru” untuk perekonomian Indonesia. “Dana besar ini sudah masuk ke perbankan pada hari Jumat, dengan tujuan menurunkan persaingan bunga dan mendorong saku bunga pinjaman turun” ujarnya dalam konferensi pers awal September lalu.

Baca Juga  Simposium Nasional dan Musyawarah Wilayah IKA PMII Kaltim Ke- V : Bahas Tata Kelola Keuangan Daerah Dan Arah Gerak Kepemimpinan yang Baru

Jika kita lihat dari data yang ada, memang di balik kebijakan ini ada alasan tersendiri. Pada Agustus 2025, pertumbuhan kredit perbankan baru mencapai 7,56% secara tahunan, yang di mana angka ini justru kurang mendukung untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang hanya ditargetkan 5% oleh pemerintah. Dana Rp 200T yang disalurkan dengan bunga 4%, ternyata lebih rendah dari deposito khusus sebelumnya yang sekitar 5-7%. Dengan ini pemerintah harus lebih tegas untuk menyalurkan kredit.

Tapi apakah masalah ini hanya sebatas likuiditas bank? Ternyata tidak sesederhana itu. Data yang tercatat dari fenomena undisbursed loan perbankan sebesar Rp 2.372 triliun atau 22,71% dari plafon kredit, yang berarti hal ini menunjukkan bahwa masih ada lemahnya permintaan kredit. “Angka sebesar itu menunjukkan masih banyak dana kredit yang sudah disediakan bank tetapi tidak digunakan oleh dunia usaha.” kata Piter pada siaran media ekonomi.

Di sisi lain, ada kritik keras dari Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini, yang menilai bahwa kebijakan ini dapat dianggap melanggar konstitusi dan undang-undang keuangan negara. “Kebijakan spontan pengalihan anggaran negara Rp 200 triliun ke perbankan dan kemudian masuk ke kredit perusahaan, industri atau individu merupakan kebijakan yang melanggar prosedur yang diatur oleh undang-undang keuangan negara dan undang-undang APBN, yang didasarkan pada undang-undang dasar” katanya dalam pernyataan tertulis.

Baca Juga  Dispora Kaltim Fokus Kembangkan Atlet di Semua Cabor, Sepakbola Putri Jadi Perhatian Khusus

Didik juga menekankan bahwa anggaran negara harus masuk ke dalam ranah publik, bukan ranah pribadi yang bisa diubah-ubah seenaknya. Kekhawatiran ini bukan hanya tentang formalitas saja, tapi soal legitimasi dan kepatuhan terhadap kerangka demokrasi. Jika kebijakan besar ini terasa seperti “dipaksakan”, maka masyarakat bisa hilang kepercayaan terhadap keputusan ekonomi pemerintah.

Nah, di sini hal menariknya. Di satu sisi, kebijakan ini bisa jadi dorongan baru untuk dunia usaha, membuka lapangan kerja, dan meningkatkan ekonomi nasional. Tapi di sisi lain, kalau prosedurnya tidak jelas, pemerintah bisa di bilang melangkahi prosedur. Tentu saja kita tidak ingin niat baik ini malah menimbulkan persoalan legitimasi hukum di kemudian hari.

Kita sebagai masyarakat hanya perlu melihat program ini dengan pandangan yang realistis, karena dana Rp 200 triliun ini bukan angka yang kecil. Jika dana ini betul-betul masuk ke sektor rill, pasti dampaknya akan terasa luas, seperti UMKM bisa lebih mudah dapat modal, proyek infrastruktur dapat bergerak cepat, bahkan bisa saja menahan angka pengangguran. Tapi, tantangan utamanya adalah bagaimana kita mencegah dana ini tidak hanya tersimpan di bank, atau justru disalurkan ke sektor-sektor yang minim dampak ekonomi?

Baca Juga  Dispora Kaltim Apresiasi Pemuda Berprestasi Melalui Malam Anugerah

Berdasarkan pengamatan saya, program ini akan berhasil jika adanya transparansi terbuka, pengawasan eksternal, serta komitmen dari dunia usaha. Jika tiga hal tersebut bisa berjalan bersamaan, Program Paket Ekonomi 2025 ini memiliki peluang besar untuk menjadi dasar pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tapi, kalau ini tidak berhasil bisa jadi dana Rp 200 triliun ini hanya jadi sorotan besar di media tanpa meninggalkan jejak sedikit pun.

Pada akhirnya, program ini bukan hanya tentang angka di APBN atau strategi likuiditas perbankan, melainkan tentang bagaimana pemerintah mampu membangun kepercayaan, memanfaatkan peluang dunia usaha, dan melibatkan masyarakat dalam mengawasi. Ekonomi yang sehat bukan hanya soal elit politik atau institusi perbankan besar, melainkan hasil kerja sama yang dampaknya bisa dirasakan oleh masyarakat Indonesia hingga ke meja makan mereka.

تحميل...

Baca Juga

Bagikan:

Topik

Tinggalkan komentar