Dana Rp200 Triliun untuk Stabilitas: Solusi Nyata atau Hanya Janji Semata?

sinarkaltim.id

Ilustrasi Uang Rupiah Indonesia dalam Mesin Konverter, Sumber Gambar: Istock/Andrzej Rostek

Pemerintah indonesia mengambil langkah besar dengan menempatkan dana Rp200 triliun dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) ke lima bank milik negara sejak 12 september 2025. Kebijakan ini diharapkan mampu memperkuat likuiditas perbankan, menurunkan biaya pinjaman, serta mendorong penyaluran kredit terutama bagi usaha kecil dan menengah. Target akhirnya jelas: pertumbuhan ekonomi yang sempat melambat bisa bergerak lebih cepat dan merata.

Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan dampak awal yang cukup nyata. Sebelum penempatan dana dilakukan, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) berada di angka 24,01% per 4 september 2025. Begitu dana mulai masuk, rasio tersebut naik menjadi 25,57% pada 12 september 2025. Indikator lain, yakni rasio Alat Likuid terhadap Non-core Deposit (AL/NCD), juga mengalami peningkatan dari 106,92% menjadi 113,73% pada periode yang sama. Meski nilainya belum menyamai rata-rata bulan juli 2025, tren kenaikan ini menandakan bahwa kebijakan pemerintah memberi dorongan instan terhadap likuiditas perbankan.

Baca Juga  Pengelolaan Hotel Atlet Kaltim Segera Melibatkan Pihak Ketiga, Fasilitas Siap Ditingkatkan

Meskipun demikian, ada persoalan lain yang belum terselesaikan. Data juni 2025 menunjukkan bahwa kredit yang sudah disetujui namun belum dicairkan (undisbursed loan) mencapai Rp2.304 triliun. Ini berarti tambahan likuiditas belum otomatis berujung pada penyaluran kredit ke sektor-sektor produktif. Tanpa regulasi yang tegas dan strategi yang terarah, ada risiko dana Rp200 triliun hanya menambah cadangan bank tanpa benar-benar menggerakkan perekonomian di tingkat masyarakat.

Padahal, jika dikelola dengan baik, potensi manfaatnya sangat besar. Penambahan likuiditas bisa menekan biaya dana atau cost of funds sehingga suku bunga kredit menjadi lebih rendah. Bagi UMKM yang selama ini kesulitan mengakses modal, kebijakan ini berpeluang membuka pintu pembiayaan yang lebih luas. Selain itu, langkah ini memberi sinyal bahwa pemerintah tidak hanya berdiam diri menunggu pemulihan ekonomi, tetapi juga proaktif merespons tantangan perlambatan pertumbuhan.

Baca Juga  Dispora Kaltim Dorong Sinergi dan Regenerasi Pelatih untuk Tingkatkan Prestasi Cabor

Namun setiap kebijakan selalu mengandung risiko. Penggunaan saldo anggaran lebih untuk menambah likuiditas berpotensi menimbulkan beban fiskal tambahan. Jika penyaluran dana tidak diatur dengan ketat, bank mungkin saja menyalurkannya ke sektor yang kurang produktif, atau bahkan membiarkannya mengendap tanpa pergerakan berarti. Ketika itu terjadi, kepercayaan publik terhadap langkah pemerintah bisa melemah, dan tujuan awal kebijakan ini akan sulit tercapai.

Untuk memastikan manfaatnya benar-benar dirasakan, pemerintah perlu mempertegas aturan main. Porsi dana untuk UMKM harus diatur jelas dan tidak boleh hanya menjadi wacana di atas kertas. Laporan penyaluran dana perlu dipublikasikan secara berkala agar masyarakat bisa melihat perkembangan nyata, termasuk data mengenai sektor penerima, jumlah kredit yang sudah dicairkan, serta hambatan yang mungkin dihadapi di lapangan. Transparansi ini penting untuk menjaga kepercayaan publik sekaligus memberi ruang evaluasi.

Baca Juga  INFUS GORENGAN, Inovasi Camilan Lokal Samarinda yang Siap Jadi Primadona di Dunia Frozen Food

Pengawasan juga tidak kalah penting. Selain Otoritas Jasa Keuangan, lembaga legislatif seperti DPR, auditor independen, dan masyarakat sipil perlu dilibatkan untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan dana. Mekanisme audit berkala dan evaluasi kinerja bank penerima dana menjadi langkah penting agar tujuan utama, yakni mendukung sektor produktif dan memperkuat perekonomian, benar-benar tercapai.

Jika regulasi tegas, pelaporan transparan, dan pengawasan ketat diterapkan secara konsisten, manfaat kebijakan ini akan terasa nyata. Bunga pinjaman bisa turun, usaha kecil lebih mudah berkembang, dan ekonomi nasional bergerak menuju arah yang lebih inklusif. Namun bila dalam pengelolaannya setengah-setengah, dana Rp200 triliun ini hanya akan menjadi angka di laporan keuangan tanpa membawa perubahan berarti bagi masyarakat luas. (Penulis Alya Zahirah Mahasiswa Ilmu Pemerintah FISIP UNMUL)

تحميل...

Baca Juga

Bagikan:

Tinggalkan komentar