Karena apa orang dapat bebas dari hukuman? Karena sebuah “tittle”

sinarkaltim.id

(Penulis) Alya Maulida,Mahasiswi Ilmu Hukum Universitas Mulawarman 2024
(Penulis) Alya Maulida,Mahasiswi Ilmu Hukum Universitas Mulawarman 2024

Sinarkaltim.id, Dalam sebuah kasus atau perkara selalu ada sanksi yang mengikuti dibelakang kasus tersebut, sanksi yang jelas tercantum didalam undang-undang ataupun pradigma sosial. Sering kali pradigma sosial ini mengklasifikasikan antara subjek hukum, timbulnnya tittle masyarakat kecil dan masyarakat besar. Dimana pengklasifikasian ini berdasarkan kelas ekonomi, masyarakat kecil sering kali didefinisikan sebagai masyarakat kelas menengah kebawah yang tidak memiliki “power” apapun keterbalikan dengan masyarakat besar yang didefinisinkan sebagai masyarakat kelas menengah keatas yang memiliki “power”.

Timbul sebuah masalah dalam pengklasifikasian ini, jika ditelisik lebih dalam ketika ada sebuah kasus pencurian misalnya, antara orang yang tidak mampu disebuah toko sembako maka pradigma sosial yang akan muncul adalah sebuah pembenaran bahwa dia mencuri untuk memenuhi perutnya yang lapar, kita seharusnya berempati bukan malah menghukum dia dipersidangan memang apa salahnya memberikan sedikit rezeki.

Baca Juga  Aliansi Pemuda Peduli Keadilan Kalimantan Timur Geruduk Kejati Kaltim, Soroti Dugaan Korupsi di Berau

Dari narasi diatas penulis ingin mengajak pembaca untuk berpikir lebih kritis, apakah budaya mencuri itu baik? Apakah pedagang sembako tidak terugikan? Apakah tidak apa-apa untuk merampas hak orang lain (masyarakat besar) hanya dengan dalih bahwa harta mereka masih banyak? Jadi apa sebenarnya kesalahan narasi tersebut, narasi diatas membuat kita membenarkan budaya untuk mencuri. Tidak ada salahnya untuk berbagi rezeki tapi bukan dengan cara membenarkan pencurian, tidak dapat dibayangkan jika semua orang mencuri dengan alasan perut saya lapar atau saya suka perhiasan itu.

Baca Juga  Organisasi Kepemudaan, Jalan Menuju Kepemimpinan

Pola pikir inilah yang harus dikaji lebih dalam bagaimana cara meletakan empati dengan benar, perlu adanya kesadaran kapan keadilan harus ditegakkan kapan empati harus digerakkan. Lex dura sed tamen scripta yang berarti undang-undang (hukum) itu kejam, tetapi seperti itulah yang tertulis ini berarti hukum harus tetap ditegakan kepada siapapun tanpa pandang bulu. Tajam itu sudah baik tapi mari pastikan tajam ini dikedua sisi, bukan hanya kepada masyarakat kecil namun juga kepada masyarakat besar.

Baca Juga  Rasman Sebut Loyalitas Atlet Kaltim Tetap Harus Jadi Prioritas

Karena direzim negara Indonesia sering kali membuat masyarakat besar tidak merasakan runcingnya hukum, “power” membuat mereka bisa lepas dari hukuman, ini yang membuat

pradigma sosial untuk melakukan pembenaran atas kejahatan-kejahatan kecil di Indonesia. Timbul pemikiran giliran orang kaya aja bisa kabur dari hukum padahal kesalahan dan kerugian dari kesalahan yang dia lakukan berdampak besar bagi orang banyak ga kena sanksi yang sesuai, terus kenapa kesalahan kecil harus dihukum segitunya. Ini menjadi PR kita bersama untuk mengawal pemberian sanksi yang sesuai tanpa pandang bulu agar dapat melahirkan budaya hukum yang tegas dan runcing di segala sisi.

تحميل...

Baca Juga

Bagikan:

Topik

Tinggalkan komentar