“Di Balik Pernyataan: Spekulasi dan Kontradiksi, Unmul dibawah bayang kekuasaan”

sinarkaltim.id

Rossa Tri Rahmawati Bahri Menteri Adkesma BEM FISIP Unmul

BEM FISIP menyoroti permasalahan dalam PKKMB Universitas Mulawarman kini tak lagi sekadar isu internal kampus, melainkan sudah menyeruak hingga lingkup nasional. Sorotan publik terutama tertuju pada “aksi balik badan” mahasiswa FKIP ketika Wakil Gubernur Kalimantan Timur menyampaikan keynote speech. 

Aksi simbolik ini memicu beragam reaksi, namun yang justru memperkeruh keadaan adalah pernyataan pejabat kampus yang saling berbeda arah. Alih-alih memberikan klarifikasi yang tegas dan konsisten, setiap pernyataan justru melahirkan spekulasi baru dan menambah kontradiksi. Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah kampus benar-benar berupaya mengurai persoalan, atau justru sibuk melindungi citra di hadapan kekuasaan?

Aksi balik badan mahasiswa baru di PKKMB Unmul 2025 seharusnya dibaca sebagai tanda bahwa kesadaran kritis tidak pernah bisa dimatikan. Sayangnya, bukannya memberi ruang bagi suara itu, pihak kampus justru buru-buru menunduk dengan menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada Wakil Gubernur melalui Dekan FKIP. Bahkan, dengan enteng mereka menyebut aksi itu sebagai “kesalahan mahasiswa, yang seharusnya itu ditujukan kepada BEM KM Unmul bukan kepada Wakil Gubernur Kalimantan Timur” Sebuah tanda tanya besar muncul apakah ada intimidasi yang didapatkan oleh pihak kampus pasca terjadinya aksi tersebut.

Baca Juga  Kritik di Unmul Dibalas Intimidasi oleh Pejabat, Renaldi: Pembungkaman ala Orba Telah Kembali

Lebih lanjut Wakil Rektor III Unmul menyatakan “apa yang dilakukan mahasiswa FKIP sebenarnya sah sah saja dan kalaupun meminta maaf itu kembali kepada manusia nya” selanjutkan pada saat wawancara beliau menyebut permintaan maaf Dekan FKIP itu bentuk dari “budaya ketimuran”, terkesan hanyalah seperti alasan yang terdengar manis untuk menutupi sikap birokrasi yang enggan berdiri sejajar dengan mahasiswanya.

Baca Juga  FISIP Unmul Gelar KPMF 2025: Bentuk Karakter Mahasiswa Kritis dan Inisiatif

Padahal, budaya ketimuran sejatinya bukan berarti tunduk di hadapan kekuasaan, melainkan menjunjung martabat, rasa hormat, dan keberanian menjaga kebenaran. Tapi ironisnya, istilah itu justru dipelintir menjadi pembenaran atas langkah tergesa-gesa yang melemahkan posisi mahasiswa. Alih-alih melindungi nalar kritis, kampus justru mengemas kepatuhan pada pejabat sebagai bagian dari sopan santun. Inilah wajah birokrasi yang lebih nyaman bersembunyi di balik retorika budaya, ketimbang menghadapi substansi persoalan yang sebenarnya.

Permasalahan utama PKKMB Unmul 2025 bukan terletak pada aksi balik badan mahasiswa, melainkan pada penyelenggaraannya yang semakin jauh dari esensi. Alih-alih membenahi sarana prasarana yang belum layak serta memberi ruang bagi ormawa di Unmul untuk memperkenalkan diri, kampus justru sibuk meminta maaf kepada pejabat atas kritik yang sah dari mahasiswa baru. Sikap reaktif ini memperlihatkan wajah birokrasi yang tunduk pada kekuasaan, sekaligus menempatkan ekspresi mahasiswa sebagai aib yang harus segera ditutupi.

Baca Juga  Karena apa orang dapat bebas dari hukuman? Karena sebuah “tittle”

PKKMB semestinya dirancang sebagai ruang awal pembelajaran yang membentuk nalar kritis sekaligus melatih keberanian mahasiswa untuk menyuarakan pendapat, bukan seremoni penuh “tamu undangan” yang menjadikan acara ini lebih mirip panggung kekuasaan ketimbang pintu masuk kehidupan akademik yang bebas dari segala bentuk represi dan intervensi.

تحميل...

Baca Juga

Bagikan:

Tinggalkan komentar